Rabu, 07 Desember 2011

PEMEROLEHAN BAHASA


BAB I
PENDAHULUAN
           
Dalam pembahasan kali ini, kita akan membahas masalah bahasa dan berbahasa. Sebagai alat interaksi verbal, bahasa dapat kita kaji bagaiman hakikat bahasa itu sendiri, dimana hakikat bahasa itu adalah satu sistem sama dengan sistem lainnya. Jadi bahasa itu bukan satu sistem tunggal akan tetapi bahasa itu dibangun oleh sejumlah subsistem.
Kemudian dalam pembahasn bahasa dan berbahasa ini membicarakan masalah asal- usul bahasa, dimana asal- usul bahasa ini banyak sekali yang berpendapat dianataranya yaitu F.B Condilac berkebangsaan Prancis, Von Schlegel berkebangsaan Jerman, Brooks dan banyak yang lainnya.
Selanjutnya disini juga membahas tentang fungsi- fungsi bahasa. Fungsi bahasa ini banyak sekali orang yang belum mengetahuinya padahal setiap hari bahkan setiap detik seseorang itu mengeluarkan bahasanya sendiri. Akan tetapi, kebanyakan orang hanya berbahasa saja tidak memperhatikan apa itu bahasa, apa fungsi bahasanya itu sendiri. Kemudian yang terakhir disini membahas masalah proses berbahasa. Dimana proses bahasa ini mengandung dua proses yaitu proses produktif (proses yang berlansung pada diri pembicara di sebut juga dengan enkode. Kemudian proses reseptif ( proses yang berlansung pada diri pendengar di sebut juga dengan dekode).

BAB II
BAHASA DAN BERBAHASA
2.1       Hakikat Bahasa
            Para pakar linguistik deskriptif biasanya mendefinisikan bahasa sebagai “satu sistem bunyi  yang bersifat arbitrer,” yang kemudian lazim ditambah dengan “yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.” Bagian utama dari definisi di atas menyatakan hakikat bahasa itu, dan bagian tambahan menyatakan apa fungsi bahasa itu.
            Bagian pertama definisi di atas menyatakan bahawa bahasa itu adalah satu sintem, sama dengan sistem- sistem lain, yang sekaligus bersifat sistematis dan bersifat sistemis. Jadi, bahasa itu bukan merupakan satu sistem tunggal melainkan dibagun oleh sejumlah subsistem ( subsistem fonologi, sintaksis, dan leksikon). Sistem bahasa ini merupakan sistem lambang, sama dengan sistem lambang lalu lintas, atau sistem lambang lainnya. Hanya, sistem lambang ini berupa bunyi, bukan gambar atau tanda lain; dan bunyi itu adalah bunyi bahasa  yang dilahirkan oleh alat ucap manusia.
            Bagian pertama dari definisi di atas juga menyiratkan bahawa setiap lambang bahasa, baik kata, frase, klausa, kalimat, maupun wacana memiliki makna tertentu, yang bisa saja berubah pada satu waktu tertentu. Atau, mungkin juga tidak beerubah sama sekali.
             Bagian tambahan dari definisi di atas menyiratkan fungsi bahasa dilihat dari segi sisoal, yaitu bahwa bahasa itu adalah alat interaksi atau alat komunikasi di dalam masyarakat.
2.2              Asal- Usul Bahasa
Kalau bahasa itu sudah ada, tentu saja asal- usul keberadaannya juga ada. Dalam pembahasan tentang asal- usul keberadaan bahasa ini banyak sekali teori yang dilontarkan oleh para pakar. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
F.B. Condillac seorang filsuf bangsa Perancis berpendapat bahwa bahasa itu berasal dari teriakan- teriakan dan gerak- gerik badan yang bersifat naluri yang dibankitkan oleh perasaan atau emosi yang kuat. Kemudian teriakan- teriakan itu berubah menjadi bunyi- bunyi  yang bermakna, dan lama kelamaan semakin panjang dan rumit.
Von Schlegel, seorang ahli filsafat bangsa Jerman, berpendapat bahwa bahasa- bahasa yang ada di dunia ini tidak mungkin bersumber dari satu bahasa. Asal- usul bahasa itu sangat bertalian tergantung pada faktor- faktor yang mengatur tumbuhnya bahasa itu. Ada bahasa yang lahir dari onomatope, ada  yang lahir dari kesadaran manusia , dan sebagainya. Namun, menurut Von Schelgel dari mana pun asal bahasa itu, akal manusialah yang mengaturnya dengan sempurna.
Brooks, menurutnya bahwa bahasa itu lahir pada waktu yang sama dengan kelahiran manusia. Menurut hipotesisnya bahwa bahasa itu pada mulanya berbentuk bunyi- bunyi tetap untuk menggantikan atau sebagai simbol bagi benda, hal, atau kejadian tetap di sekitar dekat dengan bunyi- bunyi itu. Kemudian bunyi- bunyi itu dipakai bersama oleh orang- orang ditempat itu. Brooks juga mengambil alih hipotesis nurani yang berasal dari R. Descartes. Hipotesis nurani ini menyatakan bahwa manusia itu ketika lahir telah dilengkapi dengan kemampuan “nurani” yang memungkinkan manusia itu mempunyai kemampuan berbahasa. Dengan kata lain, manusia telah diciptakan menjadi makhluk berbahasa.
Philip Lieberman juga mengemukakan satu teori mengenai asal- usul bahsa. Kalau Brooks merujuk pada hipotesis nurani yang berasal dari Descartes,maka Lieberman melangkah jauh ke belakang. Menurut Lieberman bahasa lahir secara evolusi.
2.3              Fungsi- Fungsi Bahasa
Jawaban dari pertanyaan tradisional atas pertanyaan apakah fungsi bahasa itu?. Bahwa bahasa itu adalah alat interaksi sosial, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Dalam hal ini, Wardhaugh seorang pakar sosiolinguistik mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan. Namun, fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar yang menurut Kinneavy disebut  fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi, dan  fungsi entertaimen.
Kelima fungsi dasar ini mewadahi konsep bahwa bahasa adalah alat untuk melahirkan ungkapa- ungkapan batin yang ingin disampaikan seorang penutur kepada orang lain. Pernyataan senang, benci,kagum, marah, jengkel, sedih, dan kecewa dapat diungkapkan dengan bahasa, meskipun tingkah laku, gerak- gerik, dan mimik juga berperan dalam pengungkapan ekspresi batin itu. Fungsi  informasi adalah fungsi untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada orang lain. Fungsi ekplorasi adalah penggunaan bahasa untuk menjelaskan suatu hal, perkara, dan keadaan. Fungsi persuasi adalah penggunaan bahasa yang bersifat mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara baik- baik. Kemudian fungsi yang terakhir yaitu fungsi entertaimen adalah penggunaan bahasa dengan maksud menghibur, menyenangkan, atau memuaskan perasaan batin.
Karena bahasa ini digunakan manusia dalam segala tindak kehidupan, sedangkan perilaku dalam kehidupan itu sangat luas dan beragam, maka fungsi- fungsi bahasa itu bisa menjadi sangat banyak sesuai dengan banyaknya tindak atau perilaku serta keperluan manusia dalam kehidupan. Oleh karena itu, dalam pelbagai keputusan kita mungkin akan menemukan rincian fungsi- fungsi bahasa yang berbeda dan beragam.
2.4              Struktur Bahasa
Struktur bahasa adalah sebuah sistem yang mengatur seluruh unsur- unsur bahasa serta menghubungkannya antara yang satu dengan yang lain. Adapun unsur- unsur yang menghubungkan tersebut terdiri atas isi bahasa dan bentuk bahasa.
Isi bahasa merupakan apa yang menjadi bahan pembicaraan orang, yang terdiri dari obyek- obyek dan kejadian- kejadian. Dengan kata lain yaitu konsep tentang obyek dan hubungan antara konsep- konsep yang sering juga disebut sebagai katagori non-linguistik. Sedangkan bentuk bahasa merupakan katagori linguistik di mana unit- unit linguistik seperti kata- kata dan kalimat dapat berfungsi dalam penggunaan bahasa. Di antaranya yaitu menyangkut urutan kata- kata dalam kalimat, aturan kata- kata dalam suatu kalimat, penyusutan kata, dan bunyi- bunyi yang dihubungkan menjadi suatu kata.
2.5              Proses Berbahasa
Berbahasa merupakan salah satu perilaku dari kemampuan manusia, sama dengan kemampuan perilaku berpikir, bercakap- cakap, bersuara, ataupun bersuil. Lebih spesifik lagi berbahasa ini merupakan kegiatan dan proses memahami dan menggunakan isyarat komunikasi yang disebut bahasa.
Berbahasa merupakan gabungan berurutan antara dua proses yaitu proses produktif dan proses reseptif. Proses produktif berlansung pada diri pembicara yang menghasilkan kode- kode bahasa yang bermakna dan berguna. Sedangkan proses reseptif berlansung pada diri pendengar yang menerima kode- kode bahasa yang bermakna dan berguna yang disampaikan oleh pembicara melalui alat- alat artikulasi dan diterima melalui alat- alat pendengar.
Proses produksi atau proses rancangan bahasa disebut enkode. Sedangkan proses peneriamaan, perekaman, dan pemahaman disebut proses dekode. Kalau kode bisa diartikan sebagai satu isyarat atau tanda dalam penyampaian informasi, maka enkode berarti peristiwa atau proses pelahiran kode tersebut, dan dekode berarti peristiwa atau proses penerimaan kode tersebut.
Proses Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).
Selanjutnya, Chomsky juga beranggapan bahwa pemakai bahasa mengerti struktur dari bahasanya yang membuat dia dapat mengkreasi kalimat-kalimat baru yang tidak terhitung jumlahnya dan membuat dia mengerti kalimat-kalimat tersebut. Jadi, kompetensi adalah pengetahuan intuitif yang dipunyai seorang individu mengenai bahasa ibunya (native languange). Intuisi linguistik ini tidak begitu saja ada, tetapi dikembangkan pada anak sejalan dengan pertumbuhannya, sedangkan performansi adalah sesuatu yang dihasilkan oleh kompetensi.
Hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana strategi si anak dalam memperoleh bahasa pertamanya dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama dalam memperoleh bahsa pertamanya? Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo, (2005:243-244) menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini. Chomsky mengibaratkan anak sebagai entitas yang seluruh tubuhnya telah dipasang tombol serta kabel listrik: mana yang dipencet, itulah yang akan menyebabkan bola lampu tertentu menyala. Jadi, bahasa mana dan wujudnya seperti apa ditentukan oleh input sekitarnya.
Tahap-tahap Pemerolehan Bahasa Pertama
Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. B1 diperolehnya dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.
Pengetahuan mengenai pemerolehan bahasa dan tahapnya yang paling pertama di dapat dari buku-buku harian yang disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu psikolinguistik. Dalam studi-studi yang lebih mutakhir, pengetahuan ini diperoleh melalui rekaman-rekaman dalam pita rekaman, rekaman video, dan eksperimen-eksperimen yang direncanakan. Ada sementara ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan bahasa ke dalam tahap pralinguistik dan linguistik. Akan tetapi, pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus) semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit, keinginan untuk digendong, dan perasaan senang. Oleh karena itu, tahap-tahap pemerolehan bahasa yang dibahas dalam makalah ini adalah tahap linguistik yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan (babbling); (2) tahap satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).
2.1 Vokalisasi Bunyi
Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bunyi-bunyi yang dihasilkan tadi merupakan bahasa? Fromkin dan Rodman (1993:395) menyebutkan bahwa bunyi tersebut tidak dapat dianggap sebagai bahasa. Sebagian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini adalah bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.
Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh merupakan ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti. Mar’at (2005:43) menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6 bulan. Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur 6 bulan. Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini dapat saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak.
Pada tahap celoteh ini, anak sudah menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda seperti frikatif dan nasal. Mereka juga mulai mencampur konsonan dengan vokal. Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti dengan vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. dengan demikian, strukturnya adalah K-V. Ciri lain dari celotehan adalah pada usia sekitar 8 bulan, stuktur silabel K-V ini kemudian diulang sehingga muncullah struktur seperti:
K1 V1 K1 V1 K1 V1…papapa mamama bababa…
Orang tua mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu meskipun apa yang ada di benak tidaklah kita ketahui. Tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar artikulatori belaka (Djardjowidjojo, 2005:245).
Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan. Mereka belajar bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata. Cara anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan teori hypothesis-testing (Clark & Clark dalam Mar’at 2005:43). Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai hipotesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.
2.2 Tahap Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada di sini).
Mula-mula, kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan ada di situ, tetapi sesudah lebih dari satu tahun, “pa” berarti juga “Di mana papa?” dan “Ma” dapat juga berarti “Gambar seorang wanita di majalah itu adalah mama”.
Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e.
2.3 Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofrastis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini pula anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya.
2.4 Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa. Contoh dalam tahap ini diberikan oleh Fromkin dan Rodman.
“Cat stand up table” (Kucing berdiri di atas meja);
What that?” (Apa itu?);
He play little tune” (dia memainkan lagu pendek);
Andrew want that” (Saya, yang bernama Andrew, menginginkan itu);
No sit here” (Jangan duduk di sini!)
Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak belajar B1-nya secara bertahap dengan caranya sendiri. Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar bahasa dengan cara menirukan. Namun, Fromkin dan Rodman (1993:403) menyebutkan hasil peniruan yang dilakukan oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika orang dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”, si anak akan melafalkan dengan “He go out”. Ada lagi teori yang mengatakan bahwa seorang anak belajar dengan cara penguatan (reinforcement), artinya kalau seorang anak belajar ujaran-ujaran yang benar, ia mendapat penguatan dalam bentuk pujian, misalnya bagus, pandai, dsb. Akan tetapi, jika ujaran-ujarannya salah, ia mendapat “penguatan negatif”, misalnya lagi, salah, tidak baik. Pandangan ini berasumsi bahwa anak itu harus terus menerus diperbaiki bahasanya kalau salah dan dipuji jika ujarannya itu benar.
Teori ini tampaknya belum dapat diterima seratus persen oleh para ahli psikologi dan ahli psikolinguistik. Yang benar ialah seorang anak membentuk aturan-aturan dan menyusun tata bahasa sendiri. Tidak semua anak menunjukkan kemajuan-kemajuan yang sama meskipun semuanya menunjukkan kemajuan-kemajuan yang reguler.
Selain tahap pemerolehan bahasa yang disebutkan di atas, ada juga para ahli bahasa seperti Aitchison mengemukakan beberapa tahap pemerolehan bahasa anak.
Tahap 1: Mendengkur
Tahap ini mulai berlangsung pada anak usia sekitar enam minggu. Bunyi yang dihasilkan mirip dengan vokal tetapi tidak sama dengan bunyi vokal orang dewasa.
Tahap 2: Meraban
Tahap ini berlangsung ketika usia anak mendekati enam bulan. Tahap meraban merupakan pelatihan bagi alat-alat ucap. Vokal dan konsonan dihasilkan secara serentak.
Tahap 3: Pola intonasi
Anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Tuturan yang dihasilkan mirip dengan yang diucapkan ibunya.
Tahap 4: Tuturan satu kata
Pada umur satu tahun sampai delapan belas bulan anak mulai mengucapkan tuturan satu kata. Pada usia ini anak memperoleh sekitar lima belas kata meliputi nama orang, binatang, dan lain-lain.
Tahap 5: Tuturan dua kata
Umumnya pada usia dua setengah tahun anak sudah menguasai beberapa ratus kata. Tuturan hanya terdiri atas dua kata.
Tahap 6: Infleksi kata
Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi mulai digunakan. Dalam bahasa Indonesia yang tidak mengenal istilah infleksi, mungkin berwujud pemerolehan bentuk-bentuk derivasi, misalnya kata kerja yang mengandung awalan atau akhiran.
Tahap 7: Bentuk Tanya dan bentuk ingkar
Anak mulai memperoleh kalimat tanya dengan kata tanya seperti apa, siapa, kapan, dan sebagainya. Di samping itu anak juga sudah mengenal bentuk ingkar.
Tahap 8: Konstruksi yang jarang atau kompleks
Anak sudah mulai berusaha menafsirkan meskipun penafsirannya dilakukan secara keliru. Anak juga memperoleh kalimat dengan struktur yang rumit, seperti pemerolehan kalimat majemuk.
Tahap 9: Tuturan yang matang
Pada tahap ini anak sudah dapat menghasilkan kalimat-kalimat seperti orang dewasa.

Proses Perkembangan Bahasa Anak
1. Fonologi
Anak menggunakan bunyi-bunyi yang telah dipelajarinya dengan bunyi-bunyi yang belum dipelajari, misalnya menggantikan bunyi /l/ yang sudah dipelajari dengan bunyi /r/ yang belum dipelajari. Pada akhir periode berceloteh, anak sudah mampu mengendalikan intonasi, modulasi nada, dan kontur bahasa yang dipelajarinya.
2. Morfologi
Pada usia 3 tahun anak sudah membentuk beberapa morfem yang menunjukkan fungsi gramatikal nomina dan verba yang digunakan. Kesalahan gramatika sering terjadi pada tahap ini karena anak masih berusaha mengatakan apa yang ingin dia sampaikan. Anak terus memperbaiki bahasanya sampai usia sepuluh tahun.
3. Sintaksis
Alamsyah (2007:21) menyebutkan bahwa anak-anak mengembangkan tingkat gramatikal kalimat yang dihasilkan melalui beberapa tahap, yaitu melalui peniruan, melalui penggolongan morfem, dan melalui penyusunan dengan cara menempatkan kata-kata secara bersama-sama untuk membentuk kalimat.
4. Semantik
Anak menggunakan kata-kata tertentu berdasarkan kesamaan gerak, ukuran, dan bentuk. Misalnya, anak sudah mengetahui makna kata jam. Awalnya anak hanya mengacu pada jam tangan orang tuanya, namun kemudian dia memakai kata tersebut untuk semua jenis jam.

4. Teori-teori tentang Pemerolehan Bahasa Pertama
4.1 Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa pertamanya.
Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila sutu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak mendapat kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.
B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Dia menulis buku Verbal Behavior (1957) yang digunakan sebagai rujukan bagi pengikut aliran ini. Menurut aliran ini, belajar merupakan hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu organisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terus dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement yang cocok, perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.
Namun demikian, banyak kritikan terhadap aliran ini. Chomsky mengatakan bahwa toeri yang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisa menjelaskan kalimat-kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali dan inilah yang kita kerjakan tiap hari. Bower dan Hilgard juga menentang aliran ini dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir tidak mendukung aliran ini.
Aliran behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan menjadi hubungan stimulus-response. Hal tersebut tidaklah benar karena tidak semua perilaku berasal dari stimulus-response.
4.2 Teori Nativisme
Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya.
Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat “makanan” sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat bahasa pertama sebagaimana lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh srigala (Baradja, 1990:33).
Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.
4.3 Teori Kognitivisme
Menurut teori ini, bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223). Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah.
Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.
4.4 Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.
Sebenarnya, menurut hemat penulis, faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan bahasa pertama oleh sang anak sangat mempengaruhi. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006: 2-3). Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan juga faktor yang memperngaruhi kemampuan berbahasa si anak. Banyak penemuan yang telah membuktikan hal ini.


BAB III
SIMPULAN
            Kesimpulannya bahawa hakikat bahasa itu adalah para pakar linguitik deskriptif mendefinisikan bahwa bahasa itu sebagai  “satu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, yang kemudian bahasa itu digunakan oleh sekelompok masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.
Asal- usul bahasa yaitu berdasarkan pendapat ahli agama yang mengatakan bahasa itu berasal dari tuhan yang maha esa, sejak lahirnya nabi Adam dan Haawa. Tuhan menciptakan manusia juga dilengkapi dengan bahasa, suapaya manusia itu juga bisa berkomunikasi antara sesama manusianya. Dan bahasa ini diciptakan dengan jenis yang berbeda- beda berdasarkan tempat tinggalnya manusia itu dengan maksud supaya mereka bisa saling membedakan asal tempat tinggalnya. Walaupun teori ini tidak kuat menurut para pakar lainnya, akan tetapi kita sebagai manusia yang berasal dari Diinul Islam, kita tetap berpegang teguh pada pendapat ahli agama islam ini.
            Struktur bahasa ini mengatur seluruh unsur- unsur bahasa. Unsur- unsur bahasa ini berupa isi bahasa dan bentuk bahasa. Isi bahasa merupakan apa yang menjadi bahan pembicaraan orang, yang terdiri dari obyek- obyek dan kejadian- kejadian. Kemudian bentuk bahasa merupakan katagori linguistik di mana unit- unit linguistik seperti kata- kata dan kalimat dapat berfungsi dalam penggunaan bahasa.
            Kemudian fungsi- fungsi bahasa. Fungsi bahsa itu ada 5 (lima) macam  yaitu fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplolasi, fungsi persuasi, dan yang terakhir fungsi entertainmen. Maksud dari semua fungsi itu sudah dijelaskan tadi di atas pada pembahasan masalah fungsi- fungsi bahasa.
Yang terakhir yaitu proses berbahasa. Proses bahasa ini ada dua macam proses yaitu proses produktif dan juga proses reseptif. Proses produktif yaitu yang berlansung pada diri pembicara yang disebut juga dengan enkode. Sedangkan proses reseptif yaitu proses yang berlansung pada diri pendengar yang disebut juga dengan dekode.


Pemerolehan bahasa pertama adalah proses penguasaan bahasa pertama oleh si anak. Selama penguasaan bahasa pertama ini, terdapat dua proses yang terlibat, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini tentu saja diperoleh oleh anak secara tidak sadar.
Ada beberapa tahap yang dilalui oleh sang anak selama memperoleh bahasa pertama. Tahap yang dimaksud adalah vokalisasi bunyi, tahap satu-kata atau holofrastis, tahap dua-kata, tahap dua-kata, ujaran telegrafis. Selain tahap pemerolehan bahsa seperti yang telah disebutkan ini, ada juga para ahli bahasa, seperti Aitchison mengemukakan beberapa tahap pemerolehan bahasa anak. Tahap-tahap yang dia maksud adalah mendengkur, meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata, bentuk tanya dan bentuk ingkar, konstruksi yang jarang atau kompleks, tuturan yang matang. Meskipun terjadi perbedaan dalam hal pembagian tahap-tahap yang dilalui oleh anak saat memperoleh bahasa pertamanya, jika dilihat secara cermat, pembahasan dalam setiap tahap pemerolehan bahasa pertama anak memiliki kesamaan, yaitu adanya proses fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik.
Bagaimana sebenarnya proses pemerolehan bahasa pertama ini? Ada beberapa teori pemerolehan bahasa yang menjelaskan hal ini, yaitu teori behaviorisme, nativisme, kognitivisme, interaksionisme. Keempat teori ini memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menjelaskan perihal cara anak memperoleh bahasa pertamanya.

Daftar Bacaan


Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik; Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

    Indah, Rohmani Nur dan Abdurrahman. 2008. Psikolinguistik Konsep dan Isu Umum. Malang: UIN-Malang Press.
Alamsyah, Teuku. 1997. Pemerolehan Bahasa Kedua (Second Language Acqusition). Diktat Kuliah Program S-2. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Baradja, M.F. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang: IKIP
Campbel, dkk. 2006. Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Depok: Intuisi Press.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik:Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor.
Fromkin Victoria dan Robert Rodman. 1993. An Introduction to Language. Florida: Harcourt Brace Jovanovich Collage.
Mahmud, Saifuddin dan Sa’adiah. 1997. Teori Pembelajaran Bahasa: Materi Kuliah Program Setara D-3. Banda Aceh: FKIP Unsyiah.
Mar’at, Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama.


1 komentar:

  1. The best casino games: slots and roulette - Dr. Maryland
    Slots.lv has over 성남 출장샵 400 casino games including slot machines, blackjack 동해 출장마사지 and 여주 출장샵 roulette, along with a wide range 계룡 출장마사지 of other casino 경기도 출장안마 games including roulette

    BalasHapus